In memoriam: Bu Susan

Siang itu dalam perjalanan pulang dari pasar bersama Bian, saya ditelpon bu Citra yang menanyakan kabar terakhir dari Bu Susan. Telpon diputus karena saya tidak tahu apa-apa dan bu Citra juga belum bisa menjelaskan kabar yang didengarnya. Baru saya akan
pesan makan siang, bu Citra menelpon kembali dan memberikan konfirmasi bahwa bu Susan telah pergi. Saya masih setengah percaya. Bian juga sangat terkejut, satu lagi keperluannya yaitu ke tukang fotokopi, dilewatkan. Di jalan saya menelpon Bu Jannah, teman sekaligus guru kami. Diputuskan bahwa kami akan pergi ke Bandung bersama segera setelah bersiap2.

Setelah bertemu teman2 lain yang juga masih belum jelas mengenai penyebab dan waktu kematiannya, berangkatlah kami ke Bandung. Saya berharap bahwa berita yang kami dengar itu salah dan berharap masih bertemu bu Susan dalam keadaan baik dan akan tertawa mendengar kabar yang tersiar dengan cepat ini. Tapi berita-berita yang saya dapatkan selama perjalanan dan kenyataan langsung yang saya hadapi mematahkan harapan saya. Tangis Pak Firman, suami bu Susan, dan keluarganya menyadarkan saya bahwa Bu Susan memang benar-benar telah pergi menginggalkan kami semua.

Hampir enam tahun lalu, yang seperti belum lama berlalu, saya pertama mengenalnya. Susanti namanya, gadis muda yang manis, ramah (meskipun tatapan matanya kadang berkesan jutek), percaya diri dan luar biasa menarik. Perempuan banget. Hardly a teacher. Maklum dengan usia yang masih sangat muda dan baru saja lulus kuliah, sulit saya melihatnya sebagai guru yang mampu menangani murid yang terkadang bisa sangat sulit diatur.

Perjalanan waktu yang kami jalani menunjukkan profesionalitasnya. Dia cerdas, mau belajar banyak dan cepat belajar. Dia juga penuh perhatian terhadap murid-murid. Dengan cepat dia diterima dan disukai murid-murid dan teman-teman sejawatnya. Tentu saja dia juga menjadi ‘kembang’ yang menarik perhatian para ‘kumbang’. Bu Susan bukanlah bu guru muda cantik pertama yang datang ke sekolah ini, tapi menurut saya dia lah yang paling memberi warna pada suasana keseharian di sekolah. Bahkan saya mengamati ada seorang yang tadinya sangat kaku berubah menjadi ‘cair’: dari yang sinis dan apatis jadi suka bercanda, menggoda dan tertawa. Bahkan saat itu saya menganggap kedatangannya seperti matahari musim semi: Mencairkan yang dingin dan menghadirkan warna-warni.

Tapi saya tahu juga betapa kecantikan, keramahan dan keperempuannya sempat menjadi ujian yang cukup berat buatnya. Ada orang yang salah memahami keramahannya. Ada yang tidak suka dengannya. Hal itu membuatnya belajar tentang dunia kerja yang berbeda dengan dunia kampus dan bagaimana menjaga pergaulan secara lebih Islami. Rupanya dia lulus dalam ujian tersebut. Allah lalu memberinya karunia berupa jodoh. Teman guru juga, meskipun akhirnya keluarkarena jadi PNS. Seseorang yang terbaik buatnya, yang dapat melindungi, menyayangi dan membimbingnya menjadi lebih baik.

Saya akan kehilangan seorang teman kerja, sahabat dan seorang adik yang manis. Dengannya saya bisa berkolaborasi untuk program kerja saya dan pengajaran bahasa Indonesia yang diampunya yang memang banyak bersinggungan. Kami juga kompak membantu pengembangan kebiasaan berbahasa Inggris di ALRED. Saya akan kehilangan saat-saat kami mencuri waktu kerja (waktu kerja saya, karena biasanya dia sudah selesai dengan tugas mengajarnya) untuk membicarakan masalah-masalah murid atau masalah-masalah kerja lainnya. Saya akan kehilangan seorang saudara satu guru, satu kelompok dalam pengajian yang sangat tekun diikutinya. Seorang yang pemurah, yang selalu berusaha menunaikan kewajibannya dan mengamalkan apa yang diketahuinya.

Sekolah ini juga akan kehilangan seorang guru yang berdedikasi.Yang memilikiĀ  kepedulian yang tinggi terhadap murid-muridnya sekaligus tegas untuk hal-hal prinsipil dalam mendidik. Dalam hal ini saya juga akan sangat kehilangan. Kepadanya saya biasa curhat tentang perilaku murid, baik yang merisaukan maupun yang membanggakan. Karena saya tahu akan ada jalan keluar yang akan dipikirkan atau diusahakannya.

Kematian memang selalu menyisakan renungan panjang bagi kita yang ditinggalkan. Kedatangannya pasti, tapi kapan waktunya tidak seorangpun yang tahu. Kematian yang cepat dan tiba-tiba bisa menjadi berkah atau yang diharapkan banyak orang. Karena tidak merepotkan banyak orang. Tapi bagi kita yang ditinggalkan, terasa mengejutkan dan menyesakkan. Sekali lagi,kematian pasti terjadi pada kita. Apa saja yang sudah kita siapkan untuk menghadapNya? Warisan apa yang akan kita tinggalkan buat orang di sekitar kita? Tentu saja bukan sekedar harta. Lebih dari itu, kita akan dikenang sebagai orang yang bagaimana? Akankah orang-orang kehilangan kita, biasa saja atau malah senang dengan kepergian kita?

Selamat jalan Susan, adikku, sahabatku…Kepergianmu menyisakan kenangan manis buat kami semua. Kami semua sayang, kagum dan hormat padamu. Tugas hidupmu telah kau tuntaskan dengan selamat. Kami semua mencintai dan menyayangimu, tapi Pemilikmu jauh lebih sayang padamu. Makanya Dia memanggilmu ke sisi Nya.
Semoga Allah memberi tempat istirahat sebaik-baiknya. Semoga kelak kita bertemu di surgaNya, sebagaimana yang sering kita ungkapkan dalam doa dan harapan di pengajian kita. Kami masih harus berjuang untuk mencapainya…

11 April 2011

Leave a comment